Di akhir pelajaran, kembali ibu guru berkata, “Anak-anakku, hidup kita harus mencontoh sifat angin, dia memberikan kesejukan dan manfaat yang besar. Kehadiran kita boleh tidak terlihat, tetapi manfaat kita harus bisa dirasakan oleh orang lain. Kita bisa memberikan memberikan manfaat dengan berbagai cara, seperti memberikan sumbangan untuk pembangunan sekolah atau masjid. Pemberian sumbangan yang tanpa pamrih, tanpa mengharapkan pujian. Kita tidak perlu banyak berbicara, tetapi harus bisa bertindak yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain. Berbuatlah kebaikan tanpa orang lain tahu, layaknya udara atau angin.
Paragraf di atas merupakan
bagian dari cerita berjudul ANGIN yang ada di dalam buku Cerita Anak Indonesia,
Si Bolang dan Sang Alam karya Rinda Istikomah yang diterbitkan tahun 2018 oleh Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Buku ini dibuat dalam rangka menumbuhkan budaya literasi melalui
program Gerakan Literasi Nasional dengan harapan, bisa menambah keimanan dan ketakwaan
anak yang membaca kepada Tuhan Sang Pencipta alam.
![]() |
Cover buku Si Bolang dan Sang Alam |
Belajar di
Alam
Belajar di alam merupakan
hal mahal bagi anak usia sekolah yang tinggal di kota besar. Buka buku, menyatu
dengan alam sembari mendengarkan guru menjelaskan. Pasti sangat menyenangkan bila
bisa belajar dengan cara seperti ini. Terlebih udara yang dihirup merupakan
udara segar pedesaan.
Salah satu sekolah yang
melakukan proses pembelajaran dengan cara ini adalah SMPN 2 Rumbia yang
terletak di Desa Tompobulu, Kecamatan Rumbia, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi
Selatan. Sekolah ini terpilih menjadi sekolah penggerak dan aktif melakukan
pembelajaran yang berpusat pada siswa. Usai pandemi, salah satu tempat yang
digunakan belajar adalah Lembah Hijau Rumbia (LHR).
Bapak Dr. Suhaedir
Bachtiar, M.Pd, Kepala UPT SMP Negeri 2 Rumbia sangat concern akan hal
ini dan giat melakukan inovasi untuk memajukan pendidikan masyarakat sekitar. Dr.
Suhaedir Bachtiar menerima penghargaan Top 30 KIPP (Kompetisi Inovasi Pelayanan
Publik) tingkat Sulawesi Selatan pada tanggal 3 September 2023 di Makassar
melalui inovasi SMS (Sapa Masyarakat Sekitar) untuk Menekan Angka Putus
Sekolah.
UPT SMPN 2 Rumbia, yang
hanya berjarak kurang lebih 65 meter dari Lembah Hijau Rumbia membuat inovasi
program Kemitraan Objek Wisata Sekitar Sekolah (KETOK WASILAH). UPT SMPN 2
Rumbia membuat MoU kemitraan dengan pihak LHR pada tahun 2022.
![]() |
Outdoor learning siswa UPT SMP Negeri 2 Rumbia di Objek Wisata Lembah Hijau Rumbia. Sumber foto: akun Instagram @smpnegeri2rumbia_official. |
Dalam rangka mendukung
pembelajaran berdiferensiasi melalui program kerja sama KETOK WASILAH, para
guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di luar ruangan di Lembah Hijau Rumbia
(LHR). Setiap guru mata pelajaran melaksanakan kegiatan pembelajaran di luar
ruangan sekali sebulan.
Dalam konteks ini, guru
olahraga mengajar siswa dalam keterampilan berenang, guru IPA mendekatkan murid
pada objek yang akan diamati, dan guru Bahasa Indonesia, dengan materi teks prosedur,
membimbing murid dalam membuat kalimat mengenai tata cara hidup sehat dan
bahagia sambil melibatkan kegiatan rekreasi di alam terbuka. Sungguh sebuah
sinergi dengan alam dan LHR yang positif bagi proses belajar-mengajar.
Lembah Hijau
Rumbia
Ridwan Nojeng, seorang pria
kelahiran tahun 1984 telah menjadi pendorong utama dalam pergerakan sosial
ekonomi di Desa Tompobulu, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Hal ini
dimulai dengan mengubah metode pertanian warga desa dari pola tradisional pada
tahun 2010 menjadi pola pertanian modern dengan menggunakan pupuk organik.
Saat itu, tidaklah mudah
untuk mengubah pola pikir generasi sebelum Ridwan. Oleh karena itu, ia memulai
dengan generasi muda, termasuk dirinya sendiri dan lima sepupunya. Mereka
selalu berkumpul, mempelajari tanaman, dan melakukan penelitian tentang pupuk
organik.
Ridwan mengunjungi
rumah-rumah lalu memberikan edukasi kepada para pemuda, serta memberikan pupuk
organik secara gratis. Para pemuda kemudian secara rahasia menggunakan pupuk
organik tersebut pada tanaman-tanaman di lahan orang tua mereka. Akhirnya, para
orang tua melihat perbedaan kualitas tanaman yang diberi pupuk organik
dibandingkan yang tidak. Akhirnya, mereka meminta agar semua tanaman hanya
diberi pupuk organik.
Generasi sebelum mereka
awalnya skeptis apakah pertanian di Tompobulu bisa sebaik di Jawa. Biasa orang
daerah demikian, merasa minder duluan, merasa potensinya tak bisa dimaksimalkan
padahal belum mencobanya kendati sesungguhnya memiliki potensi besar.
![]() |
Ridwan Nojeng saat Wisata Jelajah Rumbia. Sumber foto: akun Instagram @lembah_hijau_rumbia_resort. |
Ridwan sebenarnya tidak
pernah mengenyam pendidikan tinggi sebelumnya. Dirinya memperoleh informasi
dari buku-buku yang dibelinya di Kota Makassar yang berjarak ratusan kilometer
dari desanya. Saat itu, akses internet masih sangat terbatas. Namun, Ridwan yakin
bahwa sumber daya alam di kampungnya yang notabene merupakan wilayah
tersubur di Kabupaten Jeneponto, tidak kalah dengan Bogor.
Setelah tiga tahun
berlalu, yaitu pada tahun 2013, Ridwan mulai memproduksi pupuk organik secara
massal. Permintaan dari luar kabupaten bahkan meningkat hingga 200 ton.
Meskipun begitu, ia tetap membagikan pupuk secara gratis kepada warga desanya.
Sistem pertanian di Desa Tompobulu pun berkembang menjadi lebih modern. Masyarakat mulai menerapkan mulsa, mengoptimalkan penggunaan lahan, dan menerapkan pola pertanian yang meminimalkan penggunaan tenaga manusia.
Pendidikan pertanian juga
dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya terbatas pada penggunaan pupuk
organik. Kondisi ekonomi masyarakat pun mulai meningkat. Menariknya, Desa
Tompobulu yang terletak di ketinggian 1000 mdpl mampu menyuplai kebutuhan
sayuran ke luar daerah, termasuk Kota Makassar dan bahkan hingga ke Kalimantan.
Ternyata, konsep desa
wisata sudah menjadi impian Ridwan sejak awal. Sejak ide edukasi tentang pupuk
pada tahun 2010, visi solid desa wisata sudah menjadi tujuannya. Menurut
Ridwan, perbaikan ekonomi desa dapat tercapai secara lebih merata melalui desa
wisata.
Ketika konsep sistem
pertanian baru telah berhasil diimplementasikan, pengembangan desa wisata
semakin mantap. Kawasan wisata Lembah Hijau Rumbia diluncurkan pada tahun 2011.
Menurut Ridwan, satu-satunya gerakan yang dapat mengangkat ekonomi secara menyeluruh
adalah melalui pariwisata.
Di kawasan Lembah Hijau
Rumbia, ketika Ridwan Nojeng meraih penghargaan SATU Indonesia pada tahun 2016
untuk kategori Lingkungan, puluhan toko milik masyarakat sudah berdiri. Para
pemuda terlibat aktif dalam usaha ini. Mereka menjual souvenir seperti
boneka berpakaian adat Makassar, penganan tradisional, membangun vila dan
homestay, dan berbagai usaha lainnya. Saatnya masyarakat Rumbia mencapai
kemandirian ekonomi.
Saat ini perkembangan LHR
sebagai daerah wisata cukup pesat. Dari akun Instagram @ lembah_hijau_rumbia_resort
bisa dilihat bagaimana animo masyarakat
berekreasi di sana. Para pejabat daerah dan nasional pun sudah mengenali dan mengunjungi
tempat ini. Semoga menjadi inspirasi wilayah-wilayah lain untuk meniru LHR.
Referensi:
- https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/.
- SATU Indonesia Awards, Inspirasi Para Penerang Negeri, ebook cetakan pertama Maret 2022, diterbitkan oleh PT. Matair Rumah Kreatif bekerja sama dengan Astra SATU Indonesia Awards, https://online.fliphtml5.com/lsnfk/vpoe/#p=246.
- 13th SATU Indonesia Awards, https://online.fliphtml5.com/lsnfk/mnlc/#p=1
- https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/tentang-lomba.
- https://www.youtube.com/watch?v=-r1XqzKNvFY&list=PL3wc9zmFUiRaDqp4_6oUdiJfWdx6eWbTB&index=6.
- http://direktoripariwisata.id/unit/5874.
- https://www.celebes.co/tempat-wisata-jeneponto.
- https://www.carajalani.com/2022/12/lembah-hijau-rumbia-bangkit-melawan-pandemi.html
- https://makassar.terkini.id/dua-inovasi-kabupaten-jeneponto-raih-penghargaan-top-30-kipp-tingkat-provinsi-sulsel/
No comments:
Post a Comment